Stigma dan diskriminasi pekerja dengan HIV masih banyak terjadi. Berdasarkan pengaduan yang diterima oleh LBH Jayakarta dan Task Force Jakarta Pusat, banyak pekerja dengan HIV yang dipaksa mengundurkan diri setelah Perusahaan mengetahui mengenai status HIV mereka.  Pihak perusahaan mengancam akan menyebarkan informasi mengenai status kesehatan pekerja dengan HIV tersebut, bila tidak mau mengundurkan diri. Karena takut mengalami stigma dan diskriminasi oleh rekan kerjanya, banyak Pekerja dengan HIV Kemudian lebih mengundurkan diri dibandingkan bertahan di perusahaan. Dampak diskriminasi ditempat kerja terhadap pekerja dengan HIV berakibat banyak pekerja menyembunyikan status HIV, pekerja tidak memperoleh akses pemeriksaan dan pengobatan, memperburuk perjalanan penyakit dan berakibat kematian atau mengalami PHK karena alasan Kesehatan.

Berbagai bentuk stigma dan diskriminasi ditempat kerja pada pekerja dengan HIV umumnya dilakukan dengan berbagai cara. Melalui Tindakan diskriminasi secara langsung, dimana pemberi kerja memperlakukan pekerja dengan HIV lebih buruk daripada pekerja lain. Diskriminasi tidak langsung dimana pemberi kerja menerapkan peraturan di tempat kerja yang merugikan pekerja dengan HIV. Diskriminatif asosiatif ketika adanya diskriminasi karena ia berhubungan dengan pekerja dengan HIV. Pelecehan dimana terdapat tindakan ofensif atau intimidatif yang dimaksudkan untuk membuat pekerja dengan HIV di tempat kerja menjadi sulit atau tidak dapat dipertahankan. Perlakuan tidak adil terhadap pekerja dengan HIV yang telah mengajukan keluhan tentang pelecehan di tempat kerja.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, jumlah ODHIV mayoritas ditemui pada usia produktif yakni 65,5% pada usia 25 – 49 tahun dan 16,1% untuk usia 20 – 24 tahun. Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Tenaga Kerja memandang bahwasanya HIV/AIDS saat ini di Indonesia bukan hanya menjadi masalah Kesehatan akan tetapi juga menjadi masalah dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan profitabilitas Perusahaan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 68.Men/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja yang didalamnya memuat:

  1. Pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama
  2. Pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan menyelenggarakan Pendidikan dan pelatihan
  3. Pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV dari tindak dan perlakuaan diskriminatif
  4. Penerapan prosedur keselamatan dan Kesehatan kerja khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku

International Labor Organisation (ILO) menyatakan bahwa HIV memiliki dampak serius terhadap masyarakat dan ekonomi, terhadap dunia kerja baik di sektor formal maupun sektor informal, terhadap pekerja, keluarga dan orang-orang yang ditanggungnya, terhadap organisasi pengusaha dan organisasi pekerja dan terhadap Perusahaan publik dan swasta dan meruntuhkan pencapaiaan kerja layak dan pembangunan berkelanjutan. ILO Menegaskan langkah-langkah untuk mengatasi HIV dan AIDS di dunia kerja harus menjadi bagian dari kebijakan dan program pembangunan, termasuk kebijakan dan program yang terkait dengan ketenagakerjaan, pendidikan, jaminan sosial dan kesehatan. ILO telah membuat rekomendasi mengenai HIV dan AIDS dan dunia kerja, 2010 (No.200). Rekomendasi ILO No.200 merupakan standar ketenagakerjaan internasional pertama tentang HIV/AIDS dan memberikan landasan yang kuat untuk pengembangan kebijakan dan program tempat kerja yang efektif dan responsif gender mengenai HIV/AIDS.

International Labor Organization dalam rekomendasi nomor 200 Tentang HIV dan AIDS di Dunia Kerja memberikan rekomendasi terkait dengan upaya pencegahan diskriminasi, promosi persamaan kesempatan dan perlakuan antara lain:

  1. Pemerintah melakukan konsultasi dengan Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pekerja harus memberikan perlindungan untuk mencegah diskriminasi berdasarkan status HIV yang nyata atau yang diduga
  2. Status HIV yang nyata atau yang diduga tidak boleh menjadi dasar diskriminasi yang mencegah perekrutan atau kelangsungan pekerjaan, atau pencarian kesempatan yang sama
  3. Status HIV yang nyata atau yang diduga tidak boleh menjadi sebab pemutusan hubungan kerja;
  4. Ketidakhadiran sementara karena sakit atau kegiatan-kegiatan perawatan terkait dengan HIV dan AIDS harus diperlakukan secara sama dengan ketidakhadiran karena alasan Kesehatan lain;
  5. Orang yang hidup dengan HIV tidak boleh ditolak atas kemungkinan melanjutkan pekerjaan mereka, dengan pemberian akomodasi yang layak bila diperlukan
  6. Bila Langkah-langkah anti diskriminasi di tempat kerja yang ada tidak memadai untuk perlindungan efektif terhadap diskriminasi terkait dengan HIV dan AIDS, para Anggota harus menyesuaikan Langkah-langkah tersebut atau membuat Langkah-langkah baru dan menetapkan implementasi Langkah-langkah tersebut yang efektif dan transparan;

Mengingat masih banyaknya temuan stigma dan diskriminasi terhadap pekerja dengan HIV ditempat kerja, maka Pemerintah, Asosiasi Perusahaan Indonesia dan Serikat Pekerja untuk :

Melakukan Evaluasi dan Revisi Terhadap Kebijakan Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV di Tempat Kerja. Penting untuk dilakukan evaluasi dan revisi terkait dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 68 Men/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja. Evaluasi dan revisi harus disesuaikan dengan program-program terbaru pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV /AIDS dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan rekomendasi ILO mengenai HIV dan AIDS dan dunia kerja, 2010 (No.200)

Memaksimalkan Peran Pengawasan dan Pemberian Sanksi. Keputusan Menteri No. 68.Men/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja minim terhadap pengawasan dan pemberian sanksi kepada pihak Perusahaan yang masih melakukan stigma dan diskriminasi terhadap pekerja dengan HIV, hal ini menjadikan kebijakan terkait dengan pencegahan dan penanggulangan yang ada saat ini masih dianggap beban oleh Perusahaan dan diabaikan

oleh pihak Perusahaan karena tidak ada efek jera bagi Perusahaan yang melakukan stigma dan diskriminasi terhadap pekerja dengan HIV.

Memperkuat Pengembangan Kapasitas yang Sensitif HIV di Tempat Kerja. Penguatan kapasitas terkait dengan pencegahan dan penanggulangan HIV tidak hanya dibebankan kepada pemerintah namun juga pengurus perusahaan, asosiasi pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan LSM yang bekerja dalam bidang HIV/AIDS untuk mengembangkan program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja.

Mempromosikan Kebijakan Non-Stigma dan Diskriminasi Terkait dengan HIV /AIDS. Perlu adanya fasilitasi program pencegahan kesadaran HIV/AIDS di tempat kerja melalui beberapa kegiatan seperti seminar, pengembangan kampanye media (informasi, Pendidikan, materi komunikasi) untuk memperkuat pemahaham terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV ditempat kerja;

Memperluas Layanan HIV di Tempat Kerja dan Akses yang Setara Bagi Kelompok Rentan Terhadap Pekerjaan: Mendorong peningkatan fasilitas layanan HIV di tempat kerja dengan memberikan konseling dan tes sukarela di tempat kerja (VCT). Pembentukan kemitraan antara Perusahaan, organisasi serikat pekerja, kantor pemerintah daerah, Komisi AIDS Provinsi/Kabupaten, layanan Kesehatan masyarakat dan komunitas orang-orang yang hidup dengan HIV dan LSM yang bekerja untuk isu HIV/AIDS.

Meningkatkan koordinasi dan kemitraan di antara para pemangku kepentingan terkait kemajuan, data berbasis bukti (fakta) dan advokasi: Melakukan studi dan tinjauan terkait dengan HIV pada masalah-masalah di tempat kerja dan perlindungan sosial bagi orang yang hidup dengan HIV. Memfasilitasi kelompok kerja antara pemerintah, asosiasi Perusahaan dan serikat pekerja tentang HIV di tempat kerja guna memantau kemajuan program pencegahan HIV di tempat kerja